Green Orry adalah tempat istirahat yang menyenangkan di kawasan terpencil, di atas bukit dan berada di kota kecil bernama Tete Batu, di lereng Gunung Rinjani.
Di tempat ini, saya tidak menduga mendapat pengalaman liburan yang luar biasa - terima kasih banyak kepada staf hotel yang funky dan ramah. Terutama pemandu utamanya, Joe.
Untuk sebuah penginapan, tempat ini solid, terutama cottage dua lantai bergaya Lumbung yang menghadap ke sawah. Dengan 30 dollar per malam, tempat ini mencuri perhatian, dengan atmosfer luar biasa - bangunan klasik Sasak, atap jerami, tempat tidur dengan kelambu, dan daun jendela besar yang kalau dibuka menampilkan panorama menawan, bermil-mil sawah berundah dengan latar Gunung Rinjani. Suasana malam hari luar biasa - ada orkes kodok, serangga, burung, bebek, dan angin yang berhembus pelan, ditengahi nada naik turun untuk panggilan sholat yang suaranya menyimpang karena amplifier murah dari lusinan masjid yang tersebar di lembah tersebut.
Ada pula banyak kamar standar di bangunan dekat taman dan restoran. Kamar-kamar ini fasilitasnya mendasar. Kalau bisa pilihlah cottage - layanan lebih baik walau Anda membayar lebih banyak.
Hotel ini lumayan. Alasan utama saya datang ke tempat ini adalah stafnya - terutama pemandu utamanya Joe. Pengetahuannya luas, cerdik, dan fasih menggunakan ungkapan-ungkapan dalam Bahasa Inggris. Joe langsung paham proyek saya - untuk fotografi/pembuatan film tentang perubahan budaya. Kami berkeliling dengan sepeda motor ke tempat-tempat terpencil dan mendaki ke hutan dan sawah, rute yang tidak mungkin saya lewati tanpa pemandu yang baik.
Joe memperkenalkan saya kepada berbagai aspek budaya Lombok, saya pasti kesulitan mengaksesnya - seperti ritual pertarungan bela diri (saya satu-satunya orang asing di tempat ini) sampai pergi ke rumah penduduk dan pernikahan di desa. Dia langsung membuat proyek foto saya selesai - rupanya, sebelumnya dia memandu fotografer profesional dan pembuat film sebelumnya, termasuk kru film untuk iklan Marlboro (mereka menanam tembakau terbaik sedunia mereka di lembah ini).
Malam hari, Joe memperkenalkan kami kepada teman-temannya. Pemain musik lokal yang memainkan gamelan. Setiap malam ia minum tuak dari kelapa dan memainkan musik sampai malam, berdentang, gamelan Lombok yang suaranya asing, kemudian musik tradisional Indonesia yang pelan, sedangkan Sep, staf hotel yang lain memainkan gitar. Mereka mengajarkan saya nada-nada lokal bahkan pelajaran gamelan dasar.
Mereka pada akhirnya lebih seperti teman, ketimbang staf. Mereka penasaran dengan bagaimana saya hidup, demikian juga saya. Kami menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbincang tentang segala hal, mulai dari politik, musik, perempuan.
Menurut saya, Green Ory lebih sering digunakan oleh kelompok tur petualang dari Intrepid Travel, saat mereka akan mendaki Gunung Rinjani. Kalau sedang tidak ada tur yang datang ke tempat ini, tempat ini Anda miliki sendiri. Dua hari pertama saya berada di sana, saya adalah satu-satunya tamu di tempat tersebut.
Makanan hotel dimasak oleh istri Joe, luar biasa, terutama karena keahliannya memasak makanan khas Sasak dan sup ayamnya luar biasa. Listrik cukup bisa diandalkan dan bersih (ini penting untuk mengisi baterai kamera, komputer, dsb). Mengapa namanya seperti itu? Orry (kakak Joe) adalah pemiliknya dan banyak bagian hotel dicat dengan warna hijau cerah.